Airlangga yang paling banyak dikenang, walaupun tentang masa
pemerintahannya sendiri tidak banyak diketahui oleh sejarah.
Ketika itulah Empu Sedhah dan Empu Panuluh diperintahnya
menyadur Mahabharata Sanskerta ke dalam kakawin Jawa Kuno
Bhratayuddha. Empu Panuluh juga menggubah kakawin
Gatotkacasraya dan Hariwamsa, sebagai puja-puji
persembahannya pada junjungannya Sang Mapanji Jayabhaya Sri
Dharmeswara Madhusuddhama Wartamindita itu.
Jaman Kediri, khususnya semasa Kameswara (1115-30) dan
Jayabaya (1130-57), memang merupakan jaman mas bagi
perkembangan sastra Jawa Kuno. Karena itulah tradisi Jawa
mengatakan, bahwa Raja Jayabaya telah meramalkan tentang masa
keruntuhan kerajaannya sendiri, dan sekaligus tentang
kebangkitan dan kejayaannya kembali di kelak kemudian hari.
Ramalan tentang jatuh-bangunnya “Negeri Jawa” atau Nusantara.*
Prabu Jayabaya adalah Raja Kerajaan Kediri yang terkenal sakti dan berilmu tinggi, konon beliau adalah titisan Betara Wishnu, sang Pencipta Kesejahteraan di Dunia, yang akan menitis selama tiga kali. Beliau memerintah Kerajaan Kediri pada sekitar tahun 400-an Masehi. Beliau mampu meramalkan berbagai kejadian yang akan datang yang ditulis oleh beliau dalam bentuk tembang-tembang Jawa yang terdiri atas 21 pupuh berirama Asmaradana, 29 pupuh berirama Sinom, dan 8 pupuh berirama Dhandanggulo. Kitab ini dikenal dengan nama Kitab Musarar.
Ramalan Jayabaya dibagi dalam 3 zaman yang masing-masing berlangsung selama 700 tahun, yaitu Zaman Permulaan (Kali-swara), Zaman Pertengahan (Kali-yoga) dan Zaman Akhir (Kali-sangara).
Yang menarik dari ramalan Jayabaya adalah ramalan Zaman Akhir (Kali-sangara) dari tahun Masehi 1401 sampai dengan tahun 2100, karena kita dapat membuktikannya dengan catatan sejarah Indonesia /Jawa dalam periode tersebut.
Ramalan Jayabaya dalam periode Akhir tersebut cukup akurat dalam meramalkan bangkit dan runtuhnya kerajaan-kerajaan Jawa (Indonesia), naik-turunnya para Raja-raja dan Ratu-ratunya atau Pemimpinnya, yang terbagi dalam tiap seratus tahun sejarah, yaitu Kala-jangga (1401-1500 Masehi), Kala-sakti (1501-1600 M), Kala-jaya (1601-1700 M), Kala-bendu (1701-1800 M), Kala-suba (1801-1900 M), Kala-sumbaga (1901-2000), dan Kala-surasa (2001-2100 M).
Munculnya Presiden Sukarno sebagai Pemimpin Indonesia, Pendiri Republik Indonesia dalam periode Kala-sumbaga (1901-2000) diramalkan secara cukup akurat. Beliau digambarkan sebagai seorang Raja yang memakai kopiah warna hitam (kethu bengi), sudah tidak memiliki ayah (yatim) dan bergelar serba mulia (Pemimpin Besar Revolusi). Sang Raja kebal terhadap berbagai senjata (selalu lolos dari percobaan pembunuhan), namun memiliki kelemahan mudah dirayu wanita cantik, dan tidak berdaya terhadap anak-anak kecil yang mengelilingi rumah beliau (mundurnya beliau karena demo para pelajar dan mahasiswa). Sang Raja sering mengumpat orang asing sebagai lambang bahwa beliau sangat anti Imperialisme. Dalam tembang Jawa berbunyi: “Ratu digdaya ora tedhas tapak paluning pandhe sisaning gurinda, nanging apese mungsuh setan thuyul ambergandhus, bocah cilik-cilik pating pendhelik ngrubungi omah surak-surak kaya nggugah pitik ratu atine cilik angundamana bala seberang sing doyan asu”.
Bung Karno bergelar Panglima Tertinggi ABRI, siapa yang menentangnya bisa celaka, menyerang tanpa pasukan, sakti tanpa pusaka, dan menang perang tanpa merendahkan lawannya, kaya tanpa harta, benderanya merah-putih. Beliau meninggal dalam genggaman manusia. Dalam tembang Jawa berbunyi: “sing wani bakal wirang, yen nglurug tanpa bala, digdaya tanpa aji apa-apa, lamun menang tanpa ngasorake liyan, sugih tan abebandhu, umbulane warna jenang gula klapa. Patine marga lemes.”
Naik-turunnya Preside RI ke-2 Suharto juga secara jelas diramalkan oleh Prabu Jayabaya pada Bagian Akhir tembang Jawa butir 11 sampai 16 sebagai berikut: “Ana jalmo ngaku-aku dadi ratu duwe bala lan prajurit negara ambane saprowulan panganggone godhong pring anom atenger kartikapaksi nyekeli gegaman uleg wesi pandhereke padha nyangklong once gineret kreta tanpa turangga nanging kaobah asilake swara gumerenggeng pindha tawon nung sing nglanglang Gatotkaca kembar sewu sungsum iwak lodan munggah ing dharatan. Tutupe warsa Jawa lu nga lu (wolu / telu sanga wolu / telu) warsa srani nga nem nem (sanga nenem nenem) alangan tutup kwali lumuten kinepung lumut seganten.
Beliau muncul sebagai Pemimpin yang didukung oleh Angkatan Bersenjata RI (darat, udara dan laut), berlambang Kartikapaksi, memakai topi baja hijau (tutup kwali lumuten) pada tahun 1966. Zaman pemerintahan Presiden Suharto (Orde Baru) berlangsung selama 30 tahun, dan menurut Jayabaya ada tiga raja yang menguasai tanah Jawa /Indonesia saat itu sebagai lambang kekuasaan dari tiga kekuatan politik: Golkar-Parpol-ABRI. Ketiga kekuatan itu menghilang saat Pak Harto mundur, karena saling berselisih. Setelah itu tidak ada lagi raja yang disegani, dan para Bupat Manca Negara (luar Jawa) berdiri sendiri-sendiri (otonom).
Setelah lenyapnya kekuasaan tiga raja tersebut diatas, Jayabaya meramalkan datangnya seorang Pemimpin baru dari negeri seberang, yaitu dari Nusa Srenggi (Sulawesi), ialah Presiden BJ Habibie.
Ramalan Jayabaya bagi Indonesia setelah tahun 2001 Indonesia akan menjadi sebuah negeri yang aman, makmur, adil dan sejahtera sebagai akhir dari Ramalan Jayabaya (Kala-surasa, 2001-2100 M), zaman yang tidak menentu (Kalabendu) berganti dengan zaman yang penuh kemuliaan, sehingga seluruh dunia menaruh hormat. Akan muncul seorang Satriya Piningit sebagai Pemimpin baru Indonesia dengan ciri-ciri sudah tidak punya ayah-ibu, namun telah lulus Weda Jawa, bersenjatakan Trisula yang ketiga ujungnya sangat tajam, sbb:
“Mula den upadinem sinatriya iku wus tan abapa, abibi, lola, wus pupus weda Jawa mung angendelake trisula, landepe trisula sing pucuk gegawe pati utawa untang nyawa, sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan, sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda.”
Ramalan selanjutnya adalah:
“Inilah jalan bagi yang selalu ingat dan waspada! Agar pada zaman tidak menentu bisa selamat dari bahaya atau “jaya-baya”, maka jangan sampai keliru dalam memilih pemimpin. Carilah sosok Pemimpin yang bersenjatakan Trisula Weda pemberian dewa. Bila menyerang tanpa pasukan, kalau menang tidak menghina yang lain. Rakyat bersukaria karena keadilan Tuhan telah tiba. Rajanya menyembah rakyat yang bersenjata Trisula Weda; para pendetapun menghargainya. Itulah asuhannya Sabdopalon - yang selama ini menanggung rasa malu tetapi akhirnya termasyhur- karena segalanya tampak terang benderang. Tidak ada lagi yang mengeluh kekurangan; itulah pertanda bahwa zaman tidak menentu telah usai berganti zaman penuh kemuliaan, sehingga seluruh dunia pun menaruh hormat.”
Di zaman modern abad ke-21 saat ini dengan berbagai persenjataan modern dan alat tempur yang canggih, mulai dari senjata nuklir, roket, peluru kendali, dan lain-lainnya, maka senjata Trisula Weda mungkin bukanlah senjata dalam arti harafiah, tetapi adalah senjata dalam arti kiasan, tiga kekuatan yang mebuat seorang Pemimpin disegani segenap Rakyatnya. Bisa saja itu adalah tiga sifat-sifat sang Pemimpin, seperti: Benar, Lurus, Jujur (bener, jejeg, jujur) seperti yang diungkapkan dalam tembang-tembang Ramalan Jayabaya.
Demikian pula tentang sosok sang Pemimpin yang digambarkan sebagai Satriya Piningit, bukanlah seseorang yang tiba-tiba muncul, tetapi Ia adalah seorang Pemimpin Indonesia yang sifatnya tidak mau menonjolkan diri, tetapi Ia bekerja tanpa pamrih, menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi kemajuan bangsa dan negara. Sudah ada langkah-langkahnya yang nyata yang dapat ditelusuri dalam kehidupannya sehari-hari. Bisa saja Ia akan terpilih dalam Pilpres 2009 ini, atau mungkin juga dalam periode Kepemimpinan Indonesia pada periode berikutnya untuk mengantarkan Indonesia kepada Cita-cita para Pendiri Bangsa sebagaimana tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, yaitu negeri yang aman, makmur, adil dan sejahtera bagi segenap Rakyat Indonesia.
Demikian Petikan Ramalan Jayabaya tersebut :
(Dari hasil penafsiran kami dan berbagai masukan. Sebelumnya kami minta maaf jika tulisan ini menyinggung atau menyudutkan kaum tertentu. Mungkin Tulisan ini masih bersifat subyektif, yang masih sepihak)
Mara den titenana,
samangsa tanah Jawa wus mengku ratu,
wus ora bapa pra biyung, titik-ane nganggo kethu bengi,asirah watu geni, pangapesane wanodya ngiwi-iwi jejuluk sarwa ageng edi.
· Maka ingatlah, ketika tanah Jawa mempunyai Pemimpin
· Yang tidak berbapak dan beribu (tidak ketahuan asal-asulnya) tandanya pakai pada malam , ber"kepala api" (sangat berkuasa).
· Kalahnya (kelemahannya) dengan wanita yang melambai-lambai, dikenal kebesarannya dan wibawanya. (=> Apakah kalahnya dengan Megawati kala itu , di mana bisa menggerakkan massa/rakyat ?? )
Ratu digdaya ora tedas tapak palu ne pandhe sisane gurindha ning apese mungsuh setan tuyul, setan anu gundul,
· Penguasa sakti, kebal, akan senjata ( tafsir = sangat berkuasa, tidak mampu digulingkan secara militer, maupun politik)
=> Ingat era Pres.Suharto, yang sangat berkuasa, wibawa, tanpa ada yang bisa mengalahkan kekuasaannya.
· Tapi pengapesannya /kalahnya dengan setan tuyul, setan gundul
· => tafsir : Tuyul ,setan gundul = perlambang rakyat kecil, anak kecil /mahasiswa, ingat Pres Suharto lengser ketika didesak oleh mahasiswa yang berdemo.
bocah cilik pating pendelik ngubengi
omah surak-surak kaya nggusah pitik.
Ratu atine dadi cilik, ngumdamana bala sabrang sing dojan asu.
· Anak kecil memelototi rumah , berteriak-teriak seperti mengusir ayam
· Ratu langsung berkecil hati (ciut nyalinya), memanggil bala bantuan dari seberang yang suka anjing. (meminta bantuan dari kekuatan asing )
· => tafsir : Ingat waktu kejatuhan Pres. Suharto, ketika mahasiswa menduduki rumah rakyat "balai sidang" , berteriak-teriak , meminta Suharto lengser segera.
Ana wong tuwa ahli tapa Ageng, muncul ing tengahing gunung Kendheng,ngrasuk sarwa cemeng, ambiyantu Ratu sing dirubung tuyul nggremeng,pandhita ajejuluk Condro siji Jawa.
· Ada orang tua,pertapa agung, muncul dari gunung Kendheng (=> Gunung yang berada antara Jawa Tengah dan Jawa Timur)
· Berpakaian serba hitam, mambantu penguasa yang dirubung tuyul yang bergumam
· Pandita /pertapa yang bergelar : Candra Satu jawa
·=>tafsir : Ketika pemerintahan sudah kacau balau, muncullah sosok yang akan membantu pemerintah mengatasi masalah, seorang yang tahu benar akan hukum-hukum agama (seorang sufi/pendita/pertapa), yang berpakaian serba hitam =artinya sudah tidak mempunyai keinginan apa-apa, akan menuntaskan masalah pemerintahan dan membawa Nusantara ke arah kejayaan dan kemakmuran.
· =>Siapakah beliau ? Waallaualam.. apakah mungkin belum saatnya kita tahu ....
Ramalan Jayabaya yang ditafsirkan sebagian orang bisa memprediksi kejatuhan penguasa Nusantara di abad 20. Apakah benar atau tidak, tergantung dari penilaian anda semua.
Setidaknya semoga tulisan ini bisa menambah wacana kita semua.
N.B :
Perlu diketahui, ada beberapa petikan Ramalan Jayabaya, yang memprediksi tentang kedatangan bangsa Jepang => digambarkan orang kate bermata sipit, dan akan menjajah Indonesia, seumur jagung. Dulu kita mengira ramalan itu kurang tepat karena umur jagung 3.5 bulanan, yang dicoba ditafsirkan sekitar 3.5 tahun, kurang akurat . Padahal Ramalan itu tidak meleset, baru-baru ini ada penelitian bahwa umur benih jagung bisa tumbuh jika ditanam paling lama adalah 3.5 thn . Nah akurat kan prediksinya
Prabu Jayabaya raja Kediri bertemu pendita dari Rum yang sangat sakti, Maulana Ali Samsuyen. Ia pandai meramal serta tahu akan hal yang belum terjadi. Jayabaya lalu berguru padanya, sang pendeta menerangkan berbagai ramalan yang tersebut dalam kitab Musaror dan menceritakan penanaman orang sebanyak 12.000 keluarga oleh utusan Sultan Galbah di Rum, orang itu lalu ditempatkan di pegunungan Kendeng, lalu bekerja membuka hutan tetapi banyak yang mati karena gangguan makhluk halus, jin dsb, itu pada th rum 437, lalu Sultan Rum memerintahkan lagi di Pulau Jawa dan kepulauan lainnya dgn mengambil orang dari India, Kandi, Siam.
Sejak penanaman orang-orang ini sampai hari kiamat kobro terhitung 210 tahun matahari lamanya atau 2163 tahun bulan, Sang pendeta mengatakan orang di Jawa yang berguru padanya tentang isi ramalan hanyalah Hajar Subroto di G. Padang.
Beberapa hari kemudian Jayabaya menulis ramalan Pulau Jawa sejak ditanami yang keduakalinya hingga kiamat, lamanya 2.100 th matahari. Ramalannya menjadi Tri-takali, yaitu :
I. Jaman permulaan disebut KALI-SWARA, lamanya 700 th matahari (721 th bulan). Pada waku itu di jawa banyak terdengar suara alam, gara-gara geger, halintar, petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa turun kebumi menjadi manusia.
II. Jaman pertengahan disebut KALI-YOGA, banyak perobahan pada bumi,bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil-kecil, banyak makhluk yangsalah jalan, karena orang yang mati banyak menjelma (nitis).
III. Jaman akhir disebut KALI-SANGARA, 700 th. Banyak hujan salah mangsa dan banyak kali dan bengawan bergeser, bumi kurang manfaatnya, menghambat datangnya kebahagian, mengurangi rasa-terima, sebab manusia yang yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya.Ramalan Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kediri. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa.
Apakah ramalan Jayabaya benar-benar akan menjadi kenyataan?
Ramalan Jayabaya selengkapnya
00. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
01. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
02. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berlayar di ruang angkasa.
03. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan lubuk.
04. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
05. Iku tandha yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda jaman Jayabaya telah mendekat.
06. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
07. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
08. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
09. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
10. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman--- Itu pertanda orang akan mengalami jaman berbolak-balik
11. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
12. Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
13. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
14. Ora ngendahake hukum Allah--- Tak peduli akan hukum Allah.
15. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
16. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
17. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
18. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
19. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
20. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
21. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
22. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
23. Nantang bapa--- Menantang ayah.
24. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
25. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
26. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
27. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
28. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
29. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
30. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
31. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
32. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru malu.
33. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
34. Wegah nyambut gawe --- Malas menunaikan kerja.
35. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
36. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
37. Wong bener thenger-thenger --- Si benar termangu-mangu.
38. Wong salah bungah --- Si salah gembira ria.
39. Wong apik ditampik-tampik--- Si baik ditolak ditampik.
40. Wong jahat munggah pangkat--- Si jahat naik pangkat.
41. Wong agung kasinggung--- Yang mulia dilecehkan
42. Wong ala kapuja--- Yang jahat dipuji-puji.
43. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
44. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang perwira/kejantanan
45. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
46. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
47. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
48. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
49. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang tukar pasangan.
50. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
51. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
52. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
53. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
54. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
55. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
56. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
57. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
58. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
59. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
60. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
61. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
62. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
63. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
64. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
65. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
66. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
67. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
68. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Di mana-mana perempuan lacur
69. Akeh laknat--- Banyak kutukan
70. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
71. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
72. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
73. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
74. Guru disatru---Guru dimusuhi.
75. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
76. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
77. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
78. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
79. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
80. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
81. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.
82. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.
83. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
84. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.
85. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.
86. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.
87. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.
88. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.
89. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.
90. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.
91. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.
92. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.
93. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.
94. Akeh barang haram---Banyak barang haram.
95. Akeh anak haram---Banyak anak haram.
96. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.
97. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.
98. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.
99. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.
100. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.
101. Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat.
102. Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
103. Sing kebat kliwat---Siapa tangkas lepas.
104. Sing telah sambat---Siapa terlanjur menggerutu.
105. Sing gedhe kesasar---Si besar tersasar.
106. Sing cilik kepleset---Si kecil terpeleset.
107. Sing anggak ketunggak---Si congkak terbentur.
108. Sing wedi mati---Si takut mati.
109. Sing nekat mbrekat---Si nekat mendapat berkat.
110. Sing jerih ketindhih---Si hati kecil tertindih
111. Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur
112. Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih.
113. Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian.
114. Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir.
115. Wong tani ditaleni---Si tani diikat.
116. Wong dora ura-ura---Si bohong menyanyi-nyanyi
117. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
118. Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat.
119. Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi.
120. Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar.
121. Sing jujur kojur---Yang jujur celaka.
122. Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda.
123. Wong mangan wong---Orang makan sesamanya.
124. Anak lali bapak---Anak lupa bapa.
125. Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka.
126. Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris.
127. Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis.
128. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping makanan.
129. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
130. Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.
131. Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai.
132. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
133. Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam.
134. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
135. Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela.
136. Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak.
137. Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara.
138. Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang.
139. Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran.
140. Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun.
141. Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai.
142. Akeh bandha musna ora karuan lungane---Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe Banyak harta hilang entah ke mana, Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
143. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak anak haram.
144. Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
145. Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa.
146. Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung si waspada.
147. Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi.
148. Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung.
149. Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan.
150. Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan.
151. Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan.
152. Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
153. Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki.154. Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan.
155. Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati.
156. Bandha dadi memala---Hartabenda menjadi penyakit
157. Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau.
158. Sing sawenang-wenang rumangsa menang --- Yang sewenang-wenang merasa menang
159. Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah.
160. Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah.
161. Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi
162. Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci
163. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
164. Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela.
165. Maling lungguh wetenge mblenduk --- Pencuri duduk berperut gendut.
166. Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan.
167. Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah.
168. Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar.
169. Rampok padha keplok-keplok---Perampok semua bersorak-sorai.
170. Wong momong mitenah sing diemong---Si pengasuh memfitnah yang diasuh
171. Wong jaga nyolong sing dijaga---Si penjaga mencuri yang dijaga.
172. Wong njamin njaluk dijamin---Si penjamin minta dijamin.
173. Akeh wong mendem donga---Banyak orang mabuk doa.
174. Kana-kene rebutan unggul---Di mana-mana berebut menang.
175. Angkara murka ngombro-ombro---Angkara murka menjadi-jadi.
176. Agama ditantang---Agama ditantang.
177. Akeh wong angkara murka---Banyak orang angkara murka.
178. Nggedhekake duraka---Membesar-besarkan durhaka.
179. Ukum agama dilanggar---Hukum agama dilanggar.
180. Prikamanungsan di-iles-iles---Perikemanusiaan diinjak-injak.
181. Kasusilan ditinggal---Tata susila diabaikan
182. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
183. Wong cilik akeh sing kepencil---Rakyat kecil banyak tersingkir.
184. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
185. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
186. Lan duwe prajurit---Dan punya prajurit.
187. Negarane ambane saprawolon---Lebar negeri seperdelapan dunia.
188. Tukang mangan suap saya ndadra---Pemakan suap semakin merajalela.
189. Wong jahat ditampa---Orang jahat diterima.
190. Wong suci dibenci---Orang suci dibenci.
191. Timah dianggep perak---Timah dianggap perak.
192. Emas diarani tembaga---Emas dibilang tembaga
193. Dandang dikandakake kuntul---Gagak disebut bangau.
194. Wong dosa sentosa---Orang berdosa sentosa.
195. Wong cilik disalahake---Rakyat jelata dipersalahkan.
196. Wong nganggur kesungkur---Si penganggur tersungkur.
197. Wong sregep krungkep---Si tekun terjerembab.
198. Wong nyengit kesengit---Orang busuk hati dibenci.
199. Buruh mangluh---Buruh menangis.
200. Wong sugih krasa wedi---Orang kaya ketakutan.
201. Wong wedi dadi priyayi---Orang takut jadi priyayi.
202. Senenge wong jahat---Berbahagialah si jahat.
203. Susahe wong cilik---Bersusahlah rakyat kecil.
204. Akeh wong dakwa dinakwa---Banyak orang saling tuduh.
205. Tindake manungsa saya kuciwa---Ulah manusia semakin tercela.
206. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi---Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
207. Wong Jawa kari separo---Orang Jawa tinggal separo.
208. Landa-Cina kari sejodho --- Belanda-Cina tinggal sepasang.
209. Akeh wong ijir, akeh wong cethil---Banyak orang kikir, banyak orang pelit.
210. Sing eman ora keduman---Si hemat tidak mendapat bagian.
211. Sing keduman ora eman---Yang mendapat bagian tidak berhemat.
212. Akeh wong mbambung---Banyak orang berulah dungu.
213. Akeh wong limbung---Banyak orang limbung.
214. Selot-selote mbesuk wolak-waliking jaman teka---Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya jaman.
Ramalan Tentang Pemimpin Indonesia
Indonesia termasuk negara yang kaya dengan dunia mistis alias gaib, termasuk soal ramal-meramal. Salah satunya tercatat nama Prabu Jayabaya, yang memerintah Kerajaan Kediri sekitar tahun 400-an Masehi. Dari sekian banyak ramalannya, yang sangat tersohor adalah ramalan tentang siapa orang yang akan memimpin Indonesia (baca: Presiden Indonesia).Pemimpin pertama yakni Soekarno, digambarkan sebagai orang yang :
- memakai kopiah warna hitam (kethu bengi)
- sudah tidak punya ayah (yatim)
- suaranya menggelegar
- berkharisma
- bergelar serba mulia (Pemimpin Besar Revolusi dan Panglima Tertinggi ABRI)
- kebal terhadap berbagai senjata (sering lolos dari percobaan pembunuhan)
- punya kelemahan mudah dirayu wanita cantik
- tidak berdaya terhadap anak-anak kecil yang mengelilingi rumah beliau (mundurnya Soekarno karena di-demo para pelajar dan mahasiswa)
- sering mengumpat orang asing (anti imperialisme)
Pemimpin kedua yakni Soeharto, digambarkan sebagai orang yang :
- didukung oleh “Kartikapaksi” (ini lambang yang digunakan ABRI)
- memakai topi baja hijau atau tutup kwali lumuten (militer)
- kaya raya
- menjadi pemimpin dunia (Soeharto menggagas membentuk ASEAN, dimana konon menurut sejarahnya, ASEAN merupakan kesatuan dari kerajaan Majapahit)
- digantikan oleh “Raja dari negeri seberang” (Soeharto digantikan oleh BJ. Habibie yang berasal dari Nusa Srenggi, Sulawesi)
Setelah era kedua pemimpin tersebut, Jayabaya meramalkan akan muncul pemimpin yang digambarkan sebagai Raja yang :
- bergelar Satriya Piningit
- sudah tidak punya ayah-ibu
- telah lulus Weda Jawa
- bersenjatakan Trisula
karena ramalan-ramalan sebelumnya berupa kiasan, saya pun tidak mengerti siapa yang dimaksud dengan Satriya Piningit.
Ramalan Jayabaya yang tak kalah terkenalnya pula adalah 2 huruf akhir/sebagian kata nama pemimpin Indonesia yang dirangkum dalam sebuah kata NOTONOGORO. Dan hal itu sudah pula terbukti dengan 3 periode masa pemerintahan presiden Indonesia, yaitu: SoekarNO, SoeharTO, Susilo Bambang YudhoyoNO. Bagaimana dengan BJ Habibie, Megawati dan Gus Dur/Abdurahman Wahid?? 3 Presiden itu tidak dihitung karena tidak memerintah selama 1 masa pemerintahan penuh. Konon katanya seorang presiden yang akan menjadikan Indonesia makmur dan sejahtera, dipandang dunia dan dihormati adalah seorang presiden dengan huruf akhir “GO”. Siapakah dia?
0 komentar:
Posting Komentar